29 August 2025

Asthenozoospermia, Gangguan Pergerakan Sperma pada Pria

Hati-hati karena dapat memengaruhi kesuburan

Intinya Nih, Moms:

  • Asthenozoospermia adalah kondisi saat sperma bergerak lambat atau lemah.
  • Hal ini membuat sperma sulit mencapai sel telur.
  • Penyebabnya bisa infeksi, varikokel, atau gaya hidup buruk.
  • Kondisi ini biasanya terdeteksi lewat analisis sperma.
  • Asthenozoospermia dapat menjadi penyebab infertilitas pada pria.

Asthenozoospermia adalah istilah medis untuk kondisi di mana sperma memiliki kemampuan gerak atau motilitas yang rendah.

Motilitas sperma sangat penting dalam proses pembuahan karena sperma harus bergerak cepat dan lurus untuk mencapai sel telur.

Ketika motilitas sperma menurun, peluang sperma untuk membuahi sel telur menjadi lebih kecil, sehingga dapat memengaruhi kesuburan pria.

Yuk, cari tahu penyebab dan cara mengatasinya berikut ini, Dads.

Gejala Asthenozoospermia

Gejala Asthenozoospermia
Foto: Gejala Asthenozoospermia (Freepik.com/freepik)

Melansir laman Nova IVF Fertility, asthenozoospermia umumnya tidak menimbulkan gejala fisik yang jelas pada tubuh pria.

Artinya, sebagian besar pria tidak akan merasakan sakit atau perubahan yang terlihat secara langsung.

Gejalanya baru dapat diketahui ketika dilakukan pemeriksaan kesuburan.

Namun, ada beberapa tanda yang bisa menjadi indikasi adanya masalah ini:

  • Sulit memiliki keturunan
  • Hasil analisis semen menunjukkan motilitas progresif sperma kurang dari 32% atau total motilitas kurang dari 40%
  • Pergerakan sperma sangat minim atau tidak ada sama sekali

Baca Juga: 8 Cara Meningkatkan Kualitas Sperma Menurut Dokter

Penyebab Asthenozoospermia

Penyebab Asthenozoospermia
Foto: Penyebab Asthenozoospermia (Orami Photo Stocks)

Berikut beberapa kemungkinan penyebab asthenozoospermia yang perlu diwaspadai:

1. Faktor Genetik

Dalam studi di Journal of Cell Communication and Signaling dijelaskan bahwa kelainan genetik, khususnya pada gen IQUB, dapat memicu asthenozoospermia.

Kelainan gen ini membuat bagian penting pada ekor sperma, yang disebut radial spoke 1 (RS1), tidak terbentuk dengan sempurna.

Akibatnya, gerakan ekor sperma menjadi lemah sehingga sperma sulit mencapai sel telur.

Temuan ini membuktikan bahwa kerusakan pada gen tertentu dapat mengganggu kemampuan sperma untuk bergerak dan menjadi salah satu penyebab infertilitas pada pria.

2. Varikokel

Studi dari The World Journal of Men's Health menjelaskan bahwa varikokel dapat menyebabkan penurunan motilitas sperma, yang pada akhirnya bisa memicu asthenozoospermia.

Bagi Dads yang belum tahu, varikokel adalah pembesaran pembuluh darah vena di dalam skrotum, mirip seperti varises pada kaki.

Kondisi ini membuat aliran darah di sekitar testis menjadi tidak lancar, sehingga suhu di testis meningkat.

Peningkatan suhu ini dapat mengganggu proses pembentukan sperma dan merusak strukturnya.

Akibatnya, sperma yang dihasilkan sering memiliki pergerakan yang lambat atau tidak normal (asthenozoospermia).

3. Infeksi dan Peradangan

Melansir dari studi di Journal of Reproduction & Infertility, infeksi pada saluran reproduksi pria, seperti epididimitis, prostatitis, atau infeksi menular seksual, dapat mengganggu proses spermatogenesis yang terjadi di tubulus seminiferus.

Saat infeksi terjadi, tubuh akan merespons dengan melepaskan sitokin dan mediator peradangan untuk melawan kuman.

Namun, peradangan ini bisa merusak lingkungan tempat sperma berkembang, mengubah kualitas cairan semen, dan merusak struktur ekor sperma yang berperan dalam pergerakan.

Akibatnya, motilitas sperma menurun sehingga lebih banyak sperma bergerak lambat atau tidak bergerak sama sekali yang disebut asthenozoospermia.

Jika tidak diatasi, kerusakan ini dapat bersifat permanen dan berkontribusi pada infertilitas pria.

4. Faktor Gaya Hidup Tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan, obesitas, dan stres kronis dapat menjadi penyebab asthenozoospermia atau rendahnya motilitas sperma.

Merokok dan alkohol merusak kualitas serta pergerakan sperma.

Sedangkan obesitas memicu gangguan hormonal dan meningkatkan suhu testis.

Lalu, stres dapat mengganggu produksi sperma.

5. Ketidakseimbangan Hormon

Ketidakseimbangan hormon seperti kadar LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle-stimulating hormone) yang tinggi dapat mengganggu kematangan dan pergerakan sperma, sehingga memicu asthenozoospermia, yaitu motilitas sperma yang rendah.

Hal ini dibuktikan oleh studi dari BMC Urology yang menemukan bahwa kadar hormon LH yang tinggi dapat menurunkan kemampuan gerak dan bentuk normal sperma.

Artinya, keseimbangan hormon, terutama LH, sangat penting untuk memastikan sperma matang dengan baik sehingga memiliki motalitas yang normal.

Diagnosis Asthenozoospermia

Sperma
Foto: Sperma (Orami Photo Stock)

Menurut WHO Manual edisi ke-5, jika total persentase semua jenis gerakan sperma kurang dari 40%, maka sampel tersebut tergolong memiliki asthenozoospermia.

Jenis gerakan sperma yang dinilai meliputi gerakan progresif, gerakan non-progresif, dan sperma yang tidak bergerak sama sekali.

Jika gerakan progresif sperma kurang dari 32%, maka sampel juga dinyatakan memiliki asthenozoospermia.

Motilitas (kemampuan bergerak) yang rendah dapat menunjukkan bahwa sperma mungkin tidak mampu membuahi sel telur secara alami, sehingga kemungkinan dibutuhkan teknologi reproduksi berbantu (Assisted Reproductive Technology).

Saat memeriksa sperma untuk mendeteksi asthenozoospermia, parameter lain juga dievaluasi, seperti kualitas, warna, pH, dan kekentalan semen, keberadaan sperma yang belum matang, serta adanya jamur atau bakteri.

Selain itu, bentuk sperma dan jumlahnya juga dianalisis.

Baca Juga: 7 Penyebab Oligospermia, Kondisi Saat Jumlah Sperma Sedikit

Cara Mengobati Asthenozoospermia

Pengobatan Asthenozoospermia
Foto: Pengobatan Asthenozoospermia (Unsplash.com/Dainis Graveris)

Jika hasil pemeriksaan Dads menunjukkan adanya kondisi asthenozoospermia, beberapa pilihan pengobatan di bawah ini dapat membantu:

1. Perubahan Gaya Hidup Lebih Sehat

Perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat mulai dari berhenti merokok, menerapkan pola makan bergizi seimbang, olahraga rutin, kelola stres, hingga menjaga suhu testis tetap ideal dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan gerak (motilitas) dan kualitas sperma.

Langkah-langkah ini adalah salah satu upaya paling sederhana dan efektif yang dapat dilakukan Dads untuk mendukung kesuburan mereka secara alami.

2. Terapi Hormonal

Terapi hormon untuk mengatasi asthenozoospermia biasanya diberikan oleh dokter spesialis andrologi jika penyebabnya adalah gangguan hormon.

Misalnya kadar LH, FSH, atau testosteron yang tidak seimbang.

Perawatan ini dapat meliputi pemberian gonadotropin (hCG dan FSH) untuk merangsang produksi testosteron dan spermatogenesis, penggunaan clomiphene citrate untuk meningkatkan hormon secara alami, atau aromatase inhibitor untuk menyeimbangkan rasio testosteron dan estradiol.

3. Pengobatan Infeksi atau Peradangan

Infeksi atau peradangan pada saluran reproduksi pria, seperti prostatitis, epididimitis, atau infeksi menular seksual, dapat menurunkan kemampuan sperma untuk bergerak (asthenozoospermia) karena memicu peradangan dan kerusakan sel sperma.

Jadi, infeksi atau peradangan yang Dads alami perlu diobati dengan antibiotik yang tepat sesuai jenis bakteri penyebab infeksi,

Jadi, kuman penyebab infeksi atau peradangan dapat dimusnahkan, kualitas sperma dan motilitasnya meningkat.

Terapi ini juga dapat meningkatkan peluang kehamilan pada pria yang mengalami infeksi prostat atau epididimis.

4. Intervensi Bedah

Jika asthenozoospermia yang Dads alami disebabkan oleh varikokel, maka diperlukan intervensi bedah varikocelectomy untuk mengatasinya.

Varikocelectomy dilakukan untuk memperbaiki varikokel, yaitu pembesaran pembuluh darah di sekitar testis yang bisa mengganggu produksi dan kualitas sperma.

Prosedur ini membantu melancarkan aliran darah, menurunkan panas berlebih di testis, dan mengurangi kerusakan sperma akibat stres oksidatif.

Perbaikan kualitas sperma biasanya mulai terlihat sekitar tiga bulan setelah operasi dan dapat membantu meningkatkan peluang kehamilan pada pasangan yang mengalami masalah kesuburan.

5. Teknologi Reproduksi Terbantu (ART)

Teknologi Reproduksi Terbantu (ART) adalah metode medis yang membantu pasangan memiliki anak ketika sperma sulit bergerak, seperti pada kasus asthenozoospermia.

Cara yang sering digunakan adalah IVF (bayi tabung), yaitu mempertemukan sperma dan sel telur di laboratorium, lalu embrio yang terbentuk dimasukkan ke rahim.

Ada juga ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection), di mana satu sperma langsung disuntikkan ke dalam sel telur sehingga tidak perlu berenang sendiri, metode ini sangat efektif untuk motilitas sperma yang sangat rendah.

Pilihan ini biasanya disarankan dokter jika cara alami sulit berhasil, dan telah terbukti meningkatkan peluang kehamilan pada banyak pasangan.

Baca Juga: Sperma Abnormal: Penyebab, Ciri, Jenis, dan Cara Mengatasi

Demikian penjelasan seputar asthenozoospermia yang perlu Dads pahami.

Semoga informasinya membantu, ya.

  • https://www.morulaivf.co.id/en/blog/asthenozoospermia/
  • https://bmcurol.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12894-020-00674-7
  • https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4508350/
  • https://wjmh.org/DOIx.php?id=10.5534/wjmh.220142
  • https://biosignaling.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12964-025-02043-z
  • https://www.novaivffertility.com/fertility-help/what-are-symptoms-asthenozoospermia
  • https://fertiltree.com/blogs/ashtenozoospermia/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.