Apa Itu Tradisi Mubeng Beteng saat Malam Satu Suro?
Apakah Moms dan Dads pernah dengar tradisi mubeng beteng?
Mubeng beteng merupakan tradisi sakral yang digelar setiap malam 1 Suro di Yogyakarta.
Prosesi ini bukan hanya sekadar ritual, melainkan juga bentuk refleksi diri dan penyucian batin untuk menyambut tahun baru dalam kalender Hijriah.
Yuk, simak selengkapnya!
Asal Usul dan Sejarah Mubeng Beteng

Melansir laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, tradisi mubeng beteng berakar dari budaya Keraton Yogyakarta dan diyakini sudah ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I pada akhir abad ke-18.
Awalnya, prosesi ini merupakan upacara resmi keraton yang dilakukan oleh para abdi dalem atas perintah Sultan, sebagai bentuk tirakat atau tapa batin untuk menyambut datangnya malam 1 Suro yang juga merupakan tahun baru dalam penanggalan Hijriah.
Istilah "mubeng" berarti mengelilingi, sedangkan "beteng" merujuk pada benteng yang mengelilingi wilayah inti Keraton Yogyakarta.
Jadi, secara harfiah, mubeng beteng adalah aktivitas mengelilingi benteng keraton, yang dilakukan tanpa alas kaki, dalam keheningan, dan tanpa berbicara. Tradisi ini awalnya bersifat eksklusif dan hanya boleh diikuti oleh kalangan dalam keraton.
Seiring waktu, tradisi ini mulai terbuka untuk umum, dan kini diikuti oleh masyarakat luas hingga wisatawan.
Prosesinya juga berkembang menjadi simbol refleksi spiritual dan sosial, yang tidak hanya berkaitan dengan budaya Jawa, tetapi juga mengandung nilai-nilai Islam, karena terinspirasi dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW.
Dari yang semula bersifat kenegaraan, kini mubeng beteng menjadi tradisi tahunan yang penuh makna dan tetap dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya Yogyakarta.
Baca Juga: 6 Mitos Malam 1 Suro, Salah Satunya soal Pesugihan
Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Mubeng Beteng

Lantas, seperti apa proses dan tata cara pelaksanaannya?
Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, pelaksanaan mubeng beteng dimulai dengan pembacaan tembang Macapat dan doa bersama di area Keben Keraton Yogyakarta.
Suasana dibuat khidmat dan sakral, sebagai bentuk persiapan batin sebelum peserta memulai perjalanan spiritual.
Setelah doa selesai, pihak keraton memberikan sambutan dan melepas peserta untuk memulai prosesi mengelilingi benteng.
Tanda dimulainya prosesi ditandai dengan bunyi lonceng sebanyak 12 kali.
Ribuan peserta dari kalangan abdi dalem, masyarakat umum, dan wisatawan kemudian berjalan kaki mengelilingi benteng keraton tanpa alas kaki dan tanpa berbicara, menjalani tapa bisu.
Perjalanan mengelilingi benteng keraton dilakukan sejauh kurang lebih 5 kilometer, dengan rute yang melintasi berbagai jalan utama di sekitar benteng, seperti Jalan Rotowijayan, Kauman, Pojok Beteng Kulon, hingga kembali ke Alun-Alun Utara.
Dalam perjalanan ini, peserta dilarang berbicara, makan, minum, maupun merokok sebagai bentuk kesungguhan dalam merenung dan menyucikan diri.
Perjalanan dilakukan berlawanan arah jarum jam, sebagai simbol perlawanan terhadap hawa nafsu dan langkah menuju pembaruan diri.
Meskipun bukan bagian dari upacara resmi keraton, Mubeng Beteng kini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia yang dilestarikan oleh masyarakat Yogyakarta.
Baca Juga: 50 Poster Tahun Baru Islam dengan Beragam Ilustrasi Menarik
Makna Tradisi Mubeng Beteng

Tradisi mubeng beteng mengandung makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Yogyakarta.
Prosesi ini bukan hanya sekadar berjalan mengelilingi benteng, tetapi merupakan bentuk tirakat dan refleksi diri yang dikenal dengan istilah lampah ratri, yaitu perjalanan malam untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam keheningan dan kesederhanaan, peserta diajak merenungkan segala perbuatan selama setahun terakhir serta memanjatkan doa untuk keselamatan di tahun yang baru.
Berjalan tanpa alas kaki dan tidak berbicara disebut tapa bisu, yang melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati.
Dengan menahan diri untuk tidak berbicara, makan, atau minum, peserta belajar untuk lebih sabar dan fokus pada makna dari perjalanan spiritual ini.
Setiap langkah yang diambil menjadi doa dan harapan akan keselamatan serta berkah hidup.
Selain itu, tradisi mubeng beteng juga terinspirasi dari perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Melalui tradisi ini, masyarakat diingatkan untuk terus menjaga nilai-nilai kebaikan dan budaya warisan leluhur.
Tradisi ini juga menjadi cara untuk mempererat rasa kebersamaan dan cinta terhadap tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Baca Juga: Doa Malam 1 Suro, dari Ayat Kursi hingga Doa Awal Tahun
Itulah penjelasan seputar mubeng beteng, tradisi dengan makna spiritual yang harus tetap dilestarikan hingga kini.
- https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/mubeng-beteng-karatan-ngayogyakarta-hadiningrat
- https://budaya.jogjaprov.go.id/berita/detail/1728-mubeng-beteng-2024
- https://www.instagram.com/kratonjogja/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.