07 May 2025

5 Penyakit Autoimun saat Hamil serta Risikonya untuk Moms dan Janin

Ternyata bisa memberikan efek buruk pada janin
5 Penyakit Autoimun saat Hamil serta Risikonya untuk Moms dan Janin

Foto: Orami Photo Stocks

Autoimun saat hamil bisa menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian Moms, karena kondisi ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh justru menyerang jaringan sehat dalam tubuh.

Meski terdengar menakutkan, bukan berarti Moms tidak bisa menjalani kehamilan yang sehat dan bahagia.

Dengan penanganan yang tepat dan dukungan medis yang sesuai, kehamilan tetap bisa berlangsung dengan aman meski memiliki penyakit autoimun.

Yuk, simak penjelasan lengkap tentang gejala, risiko, dan tips menjaga kehamilan dengan autoimun hingga akhir agar Moms bisa tetap tenang selama masa kehamilan!

Baca Juga: Penyakit Autoimun Psoriasis, Penyakit yang Belum Ada Obatnya

Jenis Penyakit Autoimun Saat Hamil

Penyakit Autoimun
Foto: Penyakit Autoimun (Istockphoto.com)

Beberapa kondisi autoimun bisa memengaruhi kehamilan dan memerlukan perhatian medis khusus.

Meski terdengar menakutkan, banyak Moms dengan penyakit autoimun tetap bisa menjalani kehamilan yang sehat asalkan mendapat penanganan yang tepat.

Berikut beberapa jenis penyakit autoimun yang sering terjadi saat hamil dan penanganannya mengutip dari MSD:

1. Antiphospholipid Syndrome

Antiphospholipid syndrome adalah kondisi autoimun yang membuat darah lebih mudah membeku secara berlebihan. Saat hamil, kondisi ini bisa menyebabkan:

  • Keguguran atau bayi meninggal dalam kandungan
  • Tekanan darah tinggi atau preeklamsia
  • Janin tidak tumbuh dengan baik (berat badan janin lebih kecil dari seharusnya)

Untuk mendiagnosisnya, dokter akan menanyakan riwayat keguguran, kelahiran prematur, atau masalah pembekuan darah.

Tes darah dilakukan sebanyak dua kali untuk memastikan keberadaan antibodi antiphospholipid.

Jika Moms didiagnosis memiliki antiphospholipid syndrome, biasanya akan diberikan obat pengencer darah (antikoagulan) dan aspirin dosis rendah selama kehamilan hingga 6 minggu setelah melahirkan.

Perawatan ini dapat mencegah terbentuknya gumpalan darah dan komplikasi kehamilan.

2. Immune Thrombocytopenia (ITP)

Pada immune thrombocytopenia, antibodi dalam tubuh menyerang trombosit (sel darah pembeku), sehingga jumlahnya menurun.

Trombosit yang terlalu rendah bisa menyebabkan perdarahan, baik pada ibu hamil maupun bayi.

Jika tidak diobati, kondisi ini bisa makin parah selama kehamilan. Antibodi juga bisa menyeberang ke janin, tetapi jarang menyebabkan penurunan jumlah trombosit pada bayi.

Pengobatan immune thrombocytopenia meliputi:

  • Kortikosteroid seperti prednisone untuk meningkatkan jumlah trombosit
  • Pemberian immune globulin melalui infus jika trombosit sangat rendah, terutama menjelang persalinan
  • Transfusi trombosit hanya jika kondisi parah
  • Dalam kasus tertentu, jika pengobatan tidak efektif, dokter bisa mempertimbangkan pengangkatan limpa (splenektomi) pada trimester kedua.

3. Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis adalah kondisi yang menyebabkan otot menjadi lemah.

Selama kehamilan, beberapa wanita bisa mengalami kelemahan otot yang lebih sering, sehingga perlu penyesuaian dosis obat seperti neostigmine.

Obat ini bisa menyebabkan efek samping seperti nyeri perut, diare, dan muntah.

Jika tidak efektif, dokter bisa memberikan kortikosteroid atau obat penekan sistem imun (imunosupresan).

Beberapa obat yang umum digunakan saat hamil, seperti magnesium, justru bisa memperburuk gejala.

Karena itu, Moms yang punya myasthenia gravis wajib memberi tahu dokter mengenai kondisi ini.

Saat melahirkan, biasanya tetap bisa dilakukan secara normal (vaginal).

Namun dalam kondisi tertentu, bantuan alat seperti vakum atau forceps mungkin dibutuhkan.

Sekitar 1 dari 5 bayi yang lahir dari ibu dengan myasthenia gravis bisa mengalami kelemahan otot sementara, tapi akan membaik seiring waktu.

4. Rheumatoid Arthritis (RA)

Rheumatoid arthritis bisa muncul saat hamil atau lebih sering setelah melahirkan.

Jika Moms sudah memiliki RA sebelum hamil, gejalanya biasanya mereda sementara selama kehamilan.

RA tidak berdampak langsung pada janin, tetapi jika sendi panggul atau tulang belakang bawah sudah rusak, bisa mempersulit proses persalinan sehingga perlu tindakan caesar.

Gejala RA biasanya akan kembali setelah melahirkan.

Jika terjadi kondisi autoimun saat hamil ini kambuh, Moms bisa diberikan prednisone (obat kortikosteroid).

Namun, jika tidak membaik, dokter bisa meresepkan obat imunosupresan. Setelah melahirkan, flare bisa menyulitkan Moms dalam merawat diri dan bayinya.

5. Systemic Lupus Erythematosus (Lupus)

Lupus bisa muncul pertama kali saat hamil, memburuk, atau bahkan membaik. Namun, kambuhnya kondisi ini paling sering terjadi setelah persalinan.

Wanita yang mengalami lupus saat hamil berisiko mengalami keguguran berulang, janin tidak tumbuh optimal, dan persalinan prematur.

Jika ada komplikasi seperti kerusakan ginjal atau tekanan darah tinggi, risiko untuk ibu dan bayi pun meningkat.

Antibodi lupus bisa menyeberang ke janin dan menyebabkan detak jantung janin melambat, anemia, atau trombosit rendah.

Tapi biasanya kondisi ini membaik setelah bayi lahir karena antibodi dari ibu akan hilang seiring waktu.

Jika sebelum hamil Moms sudah rutin mengonsumsi hydroxychloroquine, obat ini bisa tetap dikonsumsi selama hamil.

Baca Juga: Alopecia Areata, Gangguan Autoimun Bikin Rambut Rontok

Risiko Autoimun Saat Hamil bagi Ibu dan Janin

Ibu Hamil Sakit
Foto: Ibu Hamil Sakit (Aleteia.org)

Moms, kondisi autoimun saat hamil memang perlu perhatian ekstra, karena bisa menimbulkan berbagai risiko bagi kesehatan ibu maupun bayi dalam kandungan. Supaya lebih jelas, berikut ini daftar lengkap risikonya:

Risiko untuk Ibu Hamil:

  • Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Autoimun saat hamil meningkatkan kemungkinan tekanan darah ibu naik, yang jika tidak dikontrol bisa menyebabkan komplikasi serius seperti preeklamsia.

  • Preeklamsia

Kondisi serius berupa tekanan darah tinggi disertai protein dalam urine, yang bisa membahayakan kesehatan ibu maupun bayi jika tidak ditangani dengan baik.

  • Keguguran Berulang atau Stillbirth

Autoimun saat hamil seperti antiphospholipid syndrome dan lupus, bisa menyebabkan keguguran berulang atau bayi meninggal dalam kandungan (stillbirth).

  • Risiko Perdarahan Berlebihan

Autoimun seperti Immune Thrombocytopenia (ITP) bisa menurunkan jumlah trombosit secara drastis, meningkatkan risiko perdarahan hebat selama persalinan.

  • Persalinan Prematur

Kondisi autoimun tertentu, seperti lupus atau rheumatoid arthritis, dapat memicu kelahiran lebih awal dari waktu yang seharusnya.

  • Gangguan Fungsi Ginjal

Khususnya pada lupus, autoimun saat hamil bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang serius, mengharuskan ibu untuk mendapatkan perawatan ekstra selama kehamilan.

Risiko untuk Janin:

  • Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berisiko lahir dengan berat badan lebih rendah dari ukuran normal akibat gangguan aliran darah atau nutrisi yang disebabkan autoimun.

  • Gangguan Pertumbuhan Janin (IUGR)

Autoimun saat hamil bisa menghambat pertumbuhan janin, sehingga bayi tidak berkembang sesuai usia kandungan.

  • Risiko Kelahiran Mati (Stillbirth)

Dalam beberapa kasus autoimun tertentu, seperti antiphospholipid syndrome, risiko bayi meninggal dalam kandungan meningkat jika tidak ditangani secara ketat.

  • Kelemahan Otot pada Bayi Baru Lahir

Pada ibu yang mengalami myasthenia gravis, bayi mungkin mengalami kelemahan otot sementara saat lahir, namun biasanya akan membaik dalam beberapa minggu.

Tips Menjalani Kehamilan Sehat dengan Penyakit Autoimun

Perut Ibu Hamil
Foto: Perut Ibu Hamil (Womenshealth.gov)

Moms, kehamilan dengan kondisi autoimun saat hamil tetap bisa dijalani dengan sehat dan nyaman asalkan dilakukan dengan pengelolaan yang tepat.

Dengan perencanaan matang dan pengawasan medis rutin, berbagai risiko bisa diminimalkan.

Nah, berikut ini beberapa langkah penting yang bisa Moms lakukan untuk mengelola autoimun saat hamil agar tetap aman bagi ibu dan janin mengutip dari High Risk Pregnancy:

1. Perencanaan Sebelum Hamil

Sebelum merencanakan kehamilan, sangat penting bagi Moms yang memiliki autoimun saat hamil untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

Tujuannya adalah mengetahui risiko yang mungkin muncul serta menyesuaikan penggunaan obat-obatan.

Beberapa obat seperti methotrexate diketahui tidak aman untuk kehamilan dan perlu diganti.

Selain itu, dokter juga bisa memberikan saran mengenai pola hidup sehat, termasuk nutrisi dan olahraga ringan, agar tubuh lebih siap menjalani kehamilan.

2. Pemantauan Secara Rutin

Saat mengalami autoimun saat hamil, pemantauan kesehatan tidak boleh dilakukan secara biasa.

Moms akan disarankan menjalani kontrol kehamilan lebih sering agar kondisi tubuh dan perkembangan janin tetap stabil.

Jenis penyakit autoimun yang berbeda juga membutuhkan pengawasan dari dokter spesialis tertentu, seperti rheumatologist atau dokter kandungan risiko tinggi.

Pemantauan rutin ini bertujuan agar komplikasi bisa terdeteksi sejak dini dan segera ditangani sebelum membahayakan ibu dan janin.

3. Pengaturan Obat yang Aman Selama Hamil

Mengelola autoimun saat hamil umumnya tetap memerlukan konsumsi obat, namun jenis dan dosisnya perlu disesuaikan agar aman untuk janin.

Obat-obatan seperti NSAID atau penekan sistem imun tertentu tidak direkomendasikan selama hamil, dan bisa diganti dengan obat yang lebih aman, misalnya hydroxychloroquine untuk penderita lupus.

Sangat penting bagi Moms untuk tidak menghentikan atau mengganti obat tanpa arahan dari dokter.

4. Kelola Stres dan Tetap Aktif Secara Fisik

Kondisi autoimun saat hamil bisa memburuk jika Moms mengalami stres berlebihan.

Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental menjadi kunci utama. Moms bisa mencoba relaksasi lewat yoga kehamilan, meditasi ringan, atau teknik pernapasan untuk mengelola stres dengan lebih baik.

Selain itu, olahraga ringan yang sesuai dengan kondisi tubuh juga sangat disarankan agar tubuh tetap aktif dan sehat selama kehamilan.

Pastikan berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan jenis aktivitas yang aman dilakukan.

5. Perhatikan Pola Makan Sehat dan Seimbang

Nutrisi menjadi bagian penting dalam menjaga kondisi autoimun saat hamil tetap terkendali.

Konsumsi makanan bergizi seimbang seperti sayur, buah, protein tanpa lemak, dan biji-bijian utuh sangat dianjurkan.

Bagi Moms yang memiliki autoimun terkait pencernaan seperti celiac disease, konsultasi dengan ahli gizi sangat membantu untuk menyusun pola makan yang aman, bergizi, dan sesuai dengan kebutuhan selama masa kehamilan.

Baca Juga: Kenali Penyakit Autoimun: Jenis, Penyebab, dan Cara Atasinya

Mengalami autoimun saat hamil bukan berarti Moms tidak bisa menjalani kehamilan yang sehat dan bahagia.

Dengan pengelolaan yang tepat, dukungan medis, serta gaya hidup sehat, Moms tetap bisa menjaga kesehatan diri dan tumbuh kembang si Kecil.

Jangan ragu untuk rutin berkonsultasi dengan dokter agar kehamilan berjalan aman dan nyaman hingga waktu persalinan tiba.

  • https://hrpregnancy.com/autoimmune-disease-pregnancy/#:~:text=Eating%20a%20balanced%2C%20nutritious%20diet,lean%20proteins%2C%20and%20whole%20grains.
  • https://www.draliabadi.com/obstetrics/high-risk-obstetrics/autoimmune-disorders/
  • https://www.msdmanuals.com/home/women-s-health-issues/pregnancy-complicated-by-disease/autoimmune-disorders-during-pregnancy

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.