Pernikahan Anak di Bawah Umur: Faktor Risiko, Dampak, dan Cara Menghentikannya
Pernikahan anak di bawah umur masih menjadi permasalahan serius di berbagai daerah, termasuk di Indonesia.
Meski regulasi telah menetapkan batas usia minimal untuk menikah, praktik pernikahan dini tetap terjadi karena berbagai faktor seperti kemiskinan, budaya, dan kurangnya edukasi.
Padahal, menikahkan anak sebelum waktunya dapat membawa dampak negatif yang sangat besar bagi masa depan mereka, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, hingga kehidupan sosial.
Baca Juga: Angka Pernikahan di Indonesia Menurun, Apa Penyebabnya?
Pernikahan Anak dan Peraturan di Indonesia tentang Batas Usia Minimal Perkawinan

Pernikahan anak adalah pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang masih berusia di bawah 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
Praktik ini melibatkan anak yang secara hukum, fisik, emosional, dan psikologis belum siap untuk memikul tanggung jawab sebagai pasangan hidup.
Di Indonesia, menurut UNFPA, 1 dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun telah menikah sebelum berusia 18 tahun, atau sekitar 1,2 juta dan menjadikan Indonesia sebagai negara ke-8 di dunia dengan jumlah perkawinan anak terbanyak.
Awalnya, Indonesia mengatur usia minimal perkawinan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menetapkan batas usia menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.
Namun, ketentuan ini dinilai tidak adil dan diskriminatif terhadap perempuan.
Sebagai respons atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017, pemerintah melakukan perubahan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
Dalam revisi ini, batas usia minimal menikah bagi perempuan dinaikkan menjadi 19 tahun, sehingga setara dengan laki-laki.
Tujuannya adalah untuk memastikan kedua calon mempelai telah cukup matang secara fisik dan psikis, sehingga, siap membangun keluarga yang sehat dan berkualitas.
Hal ini dimaksudkan sekaligus menekan angka perceraian, kematian ibu dan bayi, serta melindungi hak-hak anak termasuk hak atas pendidikan dan perlindungan dari kekerasan.
Faktor Risiko Pernikahan Anak di Indonesia

Berdasarkan data Unicef, terdapat beberapa faktor risiko utama yang mendorong terjadinya pernikahan anak di Indonesia:
1. Kemiskinan
Anak perempuan dari rumah tangga dengan pengeluaran terendah hampir 5 kali lebih mungkin menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan mereka dari rumah tangga dengan pengeluaran tertinggi.
2. Tingkat Pendidikan Rendah
Anak perempuan yang kepala keluarganya hanya menyelesaikan pendidikan dasar, 3 kali lebih mungkin menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan mereka yang kepala keluarganya menyelesaikan pendidikan universitas.
3. Wilayah Pedesaan
Anak perempuan yang tinggal di daerah pedesaan 3 kali lebih mungkin menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan.
Dampak Buruk Pernikahan Di Bawah Umur

Berikut ini bagaimana pernikahan dini merampas masa depan anak-anak menurut Unicef.
1. Putus Sekolah
Anak yang menikah di usia dini umumnya harus menghentikan pendidikan karena harus mengurus rumah tangga, hamil, atau menghadapi tekanan dari keluarga dan lingkungan.
Padahal, pendidikan adalah hak dasar anak yang penting untuk masa depan mereka.
Ketika anak putus sekolah, mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan akses terhadap pekerjaan yang layak.
Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap kemiskinan dan ketergantungan secara ekonomi pada pasangan atau keluarga, serta menghambat perkembangan potensi diri yang seharusnya masih bisa terus tumbuh.
2. Berisiko Tinggi Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga
Pernikahan anak berisiko tinggi menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena anak belum siap secara mental, emosional, dan fisik untuk menjalani peran sebagai pasangan hidup.
Ketimpangan usia dan kuasa dengan pasangan membuat mereka rentan mengalami kekerasan verbal, emosional, hingga fisik.
Kurangnya pemahaman tentang hubungan sehat, minimnya akses bantuan, dan ketergantungan secara ekonomi membuat anak sulit keluar dari situasi kekerasan tersebut.
Kondisi ini dapat meninggalkan dampak psikologis jangka panjang seperti trauma, depresi, hingga kehilangan rasa percaya diri.
3. Kehamilan Dini Membahayakan Anak Perempuan dan Bayinya
Kehamilan dini akibat pernikahan anak dapat membahayakan kesehatan anak perempuan dan bayinya karena tubuh mereka belum berkembang secara optimal untuk menjalani kehamilan dan persalinan.
Anak perempuan yang hamil di usia terlalu muda berisiko tinggi mengalami komplikasi seperti anemia, preeklampsia, persalinan prematur, hingga kematian saat melahirkan.
Bayi yang dilahirkan pun berisiko lahir dengan berat badan rendah, gangguan tumbuh kembang, atau bahkan meninggal saat lahir.
Selain itu, kurangnya pemahaman anak tentang perawatan kehamilan dan minimnya akses ke layanan kesehatan berkualitas semakin memperparah risiko ini.
4. Berisiko Terganggunya Kesehatan Mental
Pernikahan anak berisiko besar mengganggu kesehatan mental karena anak belum siap secara emosional untuk menghadapi tanggung jawab dan tekanan dalam kehidupan pernikahan.
Mereka bisa merasa tertekan, cemas, kesepian, hingga kehilangan arah hidup karena harus meninggalkan masa remaja dan mimpi yang belum tercapai.
Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan dan menyelesaikan konflik dengan pasangan juga memperburuk kondisi mental mereka.
Dalam banyak kasus, anak yang menikah dini mengalami depresi, stres berat, bahkan trauma jangka panjang yang bisa memengaruhi perkembangan kepribadian dan kualitas hidup mereka di masa depan.
Cara Mengakhiri Pernikahan Anak di Bawah Umur
Perlu pendekatan yang melibatkan keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk membantu mencegah anak perempuan menikah terlalu muda, berikut ini strateginya menurut Unicef USA
- Meningkatkan akses Pendidikan bagi anak perempuan.
- Mengedukasi orang tua dan masyarakat tentang bahaya pernikahan anak.
- Meningkatkan dukungan ekonomi bagi keluarga.
- Memperkuat dan menegakkan hukum yang menetapkan usia minimal 18 tahun untuk menikah.
Baca Juga: Cara Menyikapi Masa Pubertas pada Anak Remaja dengan Bijak
Pernikahan anak di bawah umur merupakan isu serius yang menyangkut masa depan anak-anak.
Dampaknya sangat luas, mulai dari gangguan kesehatan, putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kemiskinan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, penting bagi para orang tua, pendidik, masyarakat, dan pemerintah, untuk bersama-sama mencegah praktik ini.
Melindungi anak dari pernikahan dini berarti memberi mereka kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan meraih masa depan yang lebih cerah.
- https://www.unicef.org/rosa/stories/four-ways-child-marriage-destroys-childrens-futures
- https://www.unicefusa.org/what-unicef-does/child-protection/end-child-marriage
- https://peraturan.bpk.go.id/details/122740/uu-no-16-tahun-2019
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.