Sejarah Pabrik Gula yang Jadi Lokasi Syuting Film Horor
Sejarah Pabrik Gula Gondang Klaten menarik perhatian publik setelah menjadi latar dalam film horor berjudul Pabrik Gula yang tayang di bioskop sejak 31 Maret 2025.
Disutradarai oleh Awi Suryadi, film ini mengisahkan teror dari sosok misterius yang menyebabkan salah satu buruh meninggal dunia.
Film Pabrik Gula sendiri berhasil menyedot perhatian para pencinta film horor.
Bukan hanya karena alur cerita dan suasananya yang mencekam, tetapi juga karena lokasi syutingnya yang autentik dan penuh sejarah.
Pabrik gula ini menyimpan sejarah panjang industri gula di Indonesia dan menjadi saksi bisu kejayaannya di masa lampau.
Sejarah Pabrik Gula Gondang Klaten

Melansir laman Kemendikbud, Pabrik Gula Gondang Baru, yang dulunya dikenal dengan nama Suikerfabriek Gondang Winangoen, didirikan pada tahun 1860 oleh perusahaan Belanda, NV Klatensche Cultuur Maatschappij.
Operasionalnya dijalankan oleh NV Mirandolle Vaute & Co yang berbasis di Semarang.
Pada awalnya, pabrik ini mengandalkan tenaga air untuk menggerakkan mesin-mesin pengolahan tebu, sebelum akhirnya beralih ke teknologi mesin uap yang lebih bertenaga.
Salah satu mesin uap tertua yang masih tersisa hingga kini merupakan buatan Prancis tahun 1884.
Di masa kejayaannya sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, industri gula menjadi salah satu pilar utama ekonomi kolonial Hindia Belanda.
Pulau Jawa, termasuk wilayah Klaten tempat pabrik ini berada, dikenal sebagai pusat produksi gula dunia.
Untuk mendukung distribusi, dibangun infrastruktur besar seperti rel kereta api dan pelabuhan ekspor. Gula menjadi komoditas andalan sekaligus sumber devisa utama pemerintah kolonial.
Pabrik-pabrik gula saat itu menghasilkan keuntungan besar bagi pemilik dan pengelolanya, meskipun di sisi lain, tenaga kerja lokal harus bekerja keras dalam kondisi yang berat dan penuh tantangan.
Saat pendudukan Jepang pada 1942 hingga 1945, pengelolaan pabrik diambil alih oleh pemerintah militer Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, kepemilikan berpindah ke tangan Republik Indonesia.
Pada tahun 1957, nama pabrik diubah menjadi Pabrik Gula Gondang Baru dan dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN), sebelum akhirnya menjadi bagian dari PTPN IX pada tahun 1996.
Namun, sejak dekade 1990-an, industri gula di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Mesin-mesin tua, keterbatasan lahan tebu, dan derasnya arus gula impor membuat banyak pabrik tidak mampu bertahan.
Dari lebih dari 100 pabrik gula yang pernah beroperasi di Jawa pada masa kolonial, kini hanya sekitar 35 yang masih aktif.
PG Gondang Baru resmi berhenti berproduksi pada tahun 2017, dan sejak 2010 telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional.
Kini, kawasan pabrik bertransformasi menjadi museum dan destinasi wisata edukatif.
1 Dari 8 Pabrik Gula Terkenal di Jawa
Klaten dikenal sebagai wilayah yang subur, sehingga tak heran jika pada masa kolonial Belanda, daerah ini dilirik untuk dijadikan lahan perkebunan tebu sekaligus lokasi pendirian pabrik gula.
Pabrik Gula Gondang didirikan oleh perusahaan swasta Belanda bernama Klattensche Cultuur Maatschappij.
Pada tahun 1927, perusahaan tersebut mengoperasikan delapan pabrik gula besar di Pulau Jawa, di antaranya Sugar Estate Poendoeng di Yogyakarta, Sugar Estates Delanggoe, Mojo Sragen, dan Kedung Banteng di Surakarta, Sugar Estates Tanjong Modjo di Kudus, serta Sugar Estate Gondang Winangoen di Klaten.
Pabrik Gula Gondang Winangoen kala itu memiliki areal perkebunan tebu sendiri dan berlokasi tak jauh dari Stasiun Kereta Api Srowot, yang memudahkan proses distribusi.
Mengacu pada catatan Twentieth Century of the Netherlands India karya Arnold Wright, proses pengolahan gula di pabrik ini sudah menggunakan sistem modern pada masanya, yakni double carbonated system.
Beralih Fungsi Jadi Tempat Wisata

Setelah berhenti beroperasi, bangunan peninggalan kolonial Pabrik Gula Gondang tidak dibiarkan begitu saja.
Pemerintah setempat mengalihfungsikannya menjadi kawasan wisata.
Dilansir dari Visit Jawa Tengah, sejak tahun 2009, pabrik ini dikembangkan menjadi agrowisata berbasis edukasi dan rekreasi, tanpa mengubah karakter asli bangunan bersejarah tersebut.
Bahkan sebelum pabrik resmi tutup, pengunjung masih bisa menyaksikan langsung proses pembuatan gula di dalamnya.
Salah satu daya tarik utama di kawasan ini adalah Museum Gula, yang didirikan pada 11 September 1982 atas inisiatif Gubernur Jawa Tengah saat itu, Soepardjo Rustam.
Museum ini menampilkan berbagai koleksi yang berkaitan dengan proses produksi gula tebu, termasuk mesin-mesin uap dari abad ke-19.
Salah satu yang paling mencolok adalah mesin uap B Laha Ye & Brissoneant buatan Prancis tahun 1884, yang menjadi saksi bisu kejayaan industri gula tempo dulu.
Setelah memahami sejarah dan fakta pabrik, apakah Moms tertarik berkunjung ke destinasi ini?
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.