Anak Suka Membentak? Pahami Penyebab dan Cara Mengatasinya
Anak suka membentak sering kali membuat para orang tua merasa bingung, khawatir, dan frustrasi.
Perlu dipahami bahwa pada masa kanak-kanak, terutama saat balita, perilaku seperti membentak dapat muncul sebagai bagian dari proses perkembangan emosional dan komunikasi.
Karenanya, penting bagi Moms dan Dads untuk memahami penyebab dan cara mengatasinya agar perilaku ini tidak terbawa hingga anak dewasa.
Kenapa Anak Suka Membentak?

Apa yang jadi penyebab anak suka membentak? Berikut beberapa kemungkinan penyebabnya, Moms.
1. Pola Asuh Orang Tua
Seperti yang Moms dan Dads ketahui, pola asuh orang tua memainkan peran penting dalam membentuk perilaku dan cara anak mengelola emosinya.
Anak-anak belajar bagaimana mengelola emosi mereka melalui pengamatan dan interaksi dengan orang tua.
Jika orang tua menerapkan pola asuh otoriter dengan banyak kritik, hukuman, atau tekanan tanpa ruang dialog, anak-anak cenderung merasa tidak dihargai dan kesulitan dalam mengungkapkan perasaan secara verbal.
Akibatnya, mereka mungkin menggunakan teriakan atau bentakan sebagai cara untuk mengekspresikan rasa frustrasi atau amarah.
Hal ini juga diperkuat oleh studi Journal of Education and Educational Development yang menemukan bahwa pola asuh otoriter menyebabkan anak-anak menjadi pemberontak dan memiliki perilaku bermasalah karena orang tua terlalu memaksakan kekuasaan dan kepatuhan tanpa ruang diskusi.
2. Anak Merasa Kurang Dihargai
Ketika anak merasa kurang dihargai, mereka mungkin merasa bahwa perasaan dan kebutuhan mereka tidak dianggap penting oleh orang tua atau lingkungan sekitarnya.
Perasaan tidak dihargai ini dapat menyebabkan frustrasi dan kekecewaan, yang pada gilirannya membuat anak merasa terdorong untuk mengekspresikan emosi mereka secara berlebihan.
Salah satu cara yang sering muncul sebagai respons adalah dengan membentak. Ini karena anak belum memiliki kemampuan verbal yang cukup untuk menyampaikan perasaan tersebut dengan kata-kata yang tepat.
3. Meniru Perilaku di Lingkungan Sekitar

Anak-anak belajar banyak dari apa yang mereka lihat dan dengar di sekitarnya.
Menurut Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1977), anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa dan figur penting di lingkungan mereka.
Jika anak sering menyaksikan orang tua, guru, atau tokoh lain menggunakan suara keras atau berteriak dalam situasi sehari-hari, mereka akan menganggap perilaku tersebut sebagai cara yang wajar untuk mengungkapkan perasaan dan mendapatkan apa yang diinginkan.
Dengan kata lain, anak akan meniru cara berkomunikasi tersebut tanpa menyadari bahwa cara itu bisa menimbulkan konflik atau bahkan membuat orang lain merasa tidak nyaman.
Baca Juga: 9 Cara Menghadapi Anak Suka Memukul, Yuk Disiplinkan Si Kecil
4. Kemampuan Bahasa dan Ekspresi Emosi yang Terbatas
Anak-anak, terutama di usia balita, sering mengalami keterbatasan dalam kemampuan bahasa.
Pada tahap awal perkembangan, kosakata mereka belum cukup untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, atau keinginan dengan jelas.
Ketika kata-kata belum tersedia, teriakan menjadi bentuk komunikasi yang paling mudah dan langsung bagi anak untuk menyampaikan apa yang mereka rasakan.
Selain keterbatasan bahasa, ekspresi emosi yang intens juga mempengaruhi kecenderungan anak untuk membentak.
Anak-anak sering kali mengalami ledakan perasaan yang sangat kuat, tetapi belum memiliki keterampilan dalam mengatur atau mengungkapkan emosi tersebut dengan cara yang lebih halus.
Melansir laman American Academy of Pediatrics, ketika anak merasa kewalahan oleh emosi baik itu kegembiraan, kesedihan, atau kemarahan, mereka sering kali menggunakan teriakan sebagai respons alami karena cara tersebut membantu mereka melepaskan ketegangan yang mereka rasakan.
Dengan kata lain, teriakan adalah refleksi langsung dari intensitas perasaan yang belum dapat diolah secara verbal.
5. Pengaruh Media yang Ditonton
Media yang dikonsumsi anak juga memiliki peran besar dalam membentuk perilaku dan cara mereka mengekspresikan emosi, lho.
Anak-anak sering kali meniru apa yang mereka lihat di televisi, video, atau konten digital lainnya.
Jika mereka terpapar pada acara atau film yang menampilkan adegan berteriak, konflik, atau perilaku agresif, anak bisa jadi menganggap bahwa berteriak adalah cara yang wajar untuk mengekspresikan perasaan atau mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Bagaimana Cara Mengatasi Anak Suka Membentak?

Berikut ini beberapa cara mengatasi anak suka membentak yang dapat Moms dan Dads coba terapkan.
1. Validasi Emosi Anak
Validasi emosi anak berarti mengakui dan menghargai perasaan yang dirasakan anak, tanpa menghakimi atau mengecilkan apa pun yang mereka alami.
Dengan memvalidasi emosi, Moms memberikan ruang bagi anak untuk mengungkapkan perasaannya secara jujur, sehingga mereka merasa didengar dan dihargai.
Ketika anak merasa emosinya divalidasi, mereka lebih cenderung untuk mengembangkan keterampilan mengendalikan diri dengan lebih baik.
Hal ini tidak hanya mengurangi kecenderungan untuk membentak, tetapi juga meningkatkan kemampuan komunikasi mereka.
Menurut Meriyati, M.Psi., Psikolog Psikolog RS Pondok Indah – Puri Indah "Anak yang emosinya divalidasi cenderung lebih tenang dan kooperatif, karena mereka merasa dimengerti, bukan dihakimi.
Ini adalah langkah penting sebelum orang tua mengajarkan disiplin atau aturan.
Validasi bukan berarti membenarkan perilaku membentak, tetapi memahami bahwa di balik perilaku tersebut ada emosi yang belum bisa diungkapkan secara sehat."
Baca Juga: Kenali Peaceful Parenting, Asuh Anak Tanpa Marah dan Bentak
2. Tanggapi dengan Tenang dan Konsisten
Saat anak membentak, wajar jika orang tua merasa marah atau terpancing emosi.
Namun, penting untuk tetap tenang dan tidak membalas dengan bentakan atau kemarahan.
Jika orang tua ikut membentak, anak akan belajar bahwa cara berkomunikasi saat marah adalah dengan berteriak atau menyerang secara verbal.
Sebaliknya, jika Moms dan Dads merespons dengan tenang dan konsisten, anak akan belajar bahwa emosi bisa disampaikan tanpa harus melukai orang lain.
"Ketika orang tua merespons bentakan anak dengan suara keras atau hukuman, yang terjadi bukan pembelajaran, tetapi pertarungan emosi.
Anak akan semakin defensif, bukan reflektif.
Sebaliknya, dengan tetap tenang dan konsisten, orang tua sedang menunjukkan kepada anak cara sehat untuk mengelola konflik," jelas psikolog Meriyati.
3. Bantu Anak Berkomunikasi dengan Cara yang Baik
Psikolog Meriyati mengungkapkan, "Anak perlu dibekali dengan kosakata emosi agar mereka tidak hanya merasa, tetapi juga dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. Ini akan mengurangi frustrasi dan mencegah ledakan emosi".
Anak-anak sering kali membentak karena keterbatasan kosakata dan kemampuan verbal mereka untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, atau keinginan.
Jadi, cobalah untuk mengajarkan anak menggunakan kata-kata yang tepat saat berkomunikasi.
Dalam hal ini, Moms dapat mengajarkan anak untuk mengungkapkan perasaannya seperti "Aku marah," "Aku sedih," atau "Aku butuh bantuan" sehingga kecenderungan berteriak sebagai bentuk ekspresi dapat berkurang.
Cara ini memungkinkan anak untuk menyalurkan emosi dengan cara yang lebih konstruktif dan jelas, sehingga orang tua dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan mereka.
4. Bangun Komunikasi Terbuka dan Empatik
"Anak yang merasa aman secara emosional di rumah akan lebih jarang membentak, karena tahu bahwa mereka dapat didengar tanpa harus berteriak," kata psikolog Meriyati.
Komunikasi yang terbuka berarti orang tua memberikan ruang untuk anak mengungkapkan pendapat tanpa takut dimarahi atau diabaikan.
Dengarkan anak dengan penuh perhatian, jaga kontak mata, dan hindari menyela saat mereka bicara.
Membangun empati juga berarti mencoba melihat situasi dari sudut pandang anak.
Terkadang, membentak hanyalah respons dari rasa lelah, lapar, atau stres yang belum bisa mereka ungkapkan.
5. Jadilah Contoh yang Baik untuk Anak

Anak-anak belajar melalui pengamatan dan peniruan, sehingga perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua sangat memengaruhi cara mereka berkomunikasi.
Jika orang tua sering berteriak atau menunjukkan kemarahan secara berlebihan, anak mungkin akan menganggap itu sebagai cara yang tepat untuk mengekspresikan emosi mereka.
Oleh karena itu, ketika Moms atau Dads menghadapi situasi stres atau konflik, pastikan untuk bersikap tenang.
Jadi, anak akan belajar bahwa solusi untuk masalah tidak harus diselesaikan dengan berteriak.
Dengan menjadi contoh yang baik, orang tua dapat menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi yang sehat.
Hal ini tidak hanya mengurangi kecenderungan anak untuk membentak, tetapi juga membantu mereka tumbuh menjadi individu yang lebih mampu mengelola emosi dan berinteraksi secara efektif di lingkungan sosialnya.
6. Awasi Lingkungan Sekitar
Lingkungan yang penuh dengan stimulus negatif, seperti kebisingan yang berlebihan, konten media yang tidak sesuai usia, atau rutinitas yang tidak teratur, dapat memicu anak merasa kewalahan dan akhirnya mengekspresikan emosinya melalui teriakan.
Maka, penting untuk menciptakan lingkungan yang tenang, terstruktur, dan mendukung agar anak merasa lebih aman dan terkendali sehingga mengurangi kecenderungan untuk membentak.
Cara ini tidak hanya membantu mengurangi perilaku membentak, tetapi juga mendukung perkembangan kemampuan regulasi emosi anak secara keseluruhan.
7. Konsultasi dengan Tenaga Profesional Jika Perlu
Jika anak terus menunjukkan perilaku membentak yang intens, bahkan disertai ledakan emosi lain seperti melempar barang atau menyakiti orang lain, sebaiknya tidak ragu berkonsultasi dengan psikolog anak.
Psikolog dapat membantu Moms dan Dads memahami akar masalahnya secara lebih dalam serta memberikan strategi yang tepat sesuai usia dan karakter anak.
"Mendapatkan dukungan dari profesional bukan tanda lemah, melainkan bentuk cinta orang tua untuk tumbuh bersama anak," tutup psikolog Meriyati.
Baca Juga: 5 Penyebab Anak Suka Melempar Barang, Yuk Simak Moms!
Demikian penjelasan seputar anak suka membentak yang perlu diketahui orang tua.
Kini, Moms dan Dads sudah lebih memahami penyebab dan cara mengatasi anak suka membentak, bukan?
- https://www.babycenter.com/toddler/behavior/what-to-do-when-your-toddler-screams_1200985
- https://www.simplypsychology.org/bandura.html
- https://publications.aap.org/patiented/article-abstract/doi/10.1542/peo_document100/80184/Temper-Tantrums-What-Parents-Need-to-Know?redirectedFrom=fulltext
- https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1161470.pdf
- https://www.whattoexpect.com/toddler/behavior/screaming-and-screeching.aspx
- https://parents.app/parenting/child-behavior/why-do-kids-scream-so-much/a/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.