8 Dampak Memukul Anak terhadap Psikis dan Tumbuh Kembangnya
Intinya Nih, Moms
- Memukul anak bisa sebabkan trauma dan gangguan mental.
- Hukuman fisik merusak otak dan menurunkan prestasi belajar.
- Anak jadi agresif dan sulit percaya orang lain.
- Disiplin positif lebih efektif dari kekerasan.
- Orang tua perlu kelola emosi dan belajar pola asuh sehat.
Dampak memukul anak ternyata lebih besar dari yang mungkin Moms bayangkan.
Beberapa orang tua menggunakan cara ini untuk mendisiplinkan anak ketika mereka tidak menuruti perkataan atau melakukan kesalahan.
Namun, meskipun Moms meminta maaf setelahnya, kebiasaan ini dapat meninggalkan luka psikologis yang memengaruhi anak hingga ia dewasa.
Agar Moms lebih memahami risikonya, berikut ini ulasan lengkap tentang dampak memukul anak, termasuk bagaimana pandangan hukum dan agama mengenai tindakan ini. Jangan lewatkan informasinya, ya, Moms!
Dampak Memukul Anak

Melansir studi di Pediatrics Journal, penelitian menyelidiki hubungan antara hukuman fisik dan kondisi anak.
Beberapa bentuk hukuman fisik yang dimaksud, misalnya:
- Mendorong
- Meraih
- Menampar
- Memukul
Sebagai catatan, penelitian ini meniadakan faktor kekerasan yang lebih berat, seperti:
- Kekerasan fisik
- Kekerasan seksual
- Kekerasan emosional
- Penelantaran
- Pengabaian emosional
Pada sampel populasi umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman fisik keras terhadap anak meskipun tanpa adanya kekerasan yang berat dengan:
- Gangguan suasana hati
- Gangguan kecemasan
- Penyalahgunaan/ketergantungan alkohol dan obat-obatan
- Gangguan kepribadian
Selain kemungkinan di atas, dampak dari memukul anak secara rinci dan lengkap adalah sebagai berikut:
1. Anak Tidak Memiliki Kendali Atas Dirinya
Anak harus bisa mengendalikan sendiri tubuhnya.
Sangat penting untuk mengajarkan anak mengenai hubungan yang sehat dan penuh rasa hormat.
Pemahaman anak terhadap hal ini akan sangat dipengaruhi oleh hubungan orang tua dengannya.
Bila orang tua sering memukul anak, maka itu artinya orang tua mengambil kendali atas tubuh anak tanpa persetujuannya.
Tanpa disadari Moms dan Dads sedang mengajarkan kepada anak kalau persetujuan bukanlah hal yang penting.
2. Anak Mengalami Trauma
Mengutip The American Academy of Pediatric, trauma dapat terjadi akibat Moms sering memarahi dan memukul anak.
Dalam istilah medis, kondisi ini disebut dengan post-traumatic stress disorder (PTSD).
Jika mengalami PTSD, anak akan mengalami beberapa gejala seperti:
- Susah tidur
- Mudah marah dan meledak-ledak
- Konsentrasi menurun
- Daya ingat terganggu
- Mudah terkejut
- Sering melamun
- Selalu merasa curiga dan ketakutan
3. Anak Tumbuh Menjadi Agresif
Meski terlihat efektif dalam mendisiplinkan anak, cara memarahi dan memukul anak justru berdampak pada masalah perilaku mereka untuk jangka panjang.
Dilansir dari studi yang dikutip Healthy Children, hukuman fisik dan verbal yang diberikan para orang tua, akan membentuk anak memiliki perilaku agresif saat dewasa.
Tidak ada perbedaan khusus jika disiplin keras tersebut dilakukan oleh ayah atau ibu.
Studi menemukan hasil yang sama terkait masalah perilaku menjadi lebih buruk.
4. Mengubah Cara Otak Mereka Berkembang
Teknik pengasuhan yang keras seperti membentak dan memukul anak benar-benar dapat mengubah cara otak anak berkembang.
Ini disebabkan, karena manusia umumnya memproses informasi dan peristiwa negatif lebih cepat dan menyeluruh daripada yang baik. Hal ini dibuktikan dalam studi Monitor on Psychology.
Studi ini membandingkan pemindaian MRI otak orang-orang dengan riwayat pelecehan verbal di masa kanak-kanak dengan pemindaian mereka yang tidak memiliki riwayat tersebut.
Hasilnya, mereka menemukan perbedaan fisik yang mencolok di bagian otak yang berperan untuk memproses suara dan bahasa.
5. Anak Sulit Belajar
Tidak hanya pada balita, penurunan kinerja otak juga dapat terjadi akibat memukul anak di usia sekolah. Akibatnya, ia menjadi sulit memahami pelajaran.
Menurut studi Human Brain Mapping, memukul anak dapat mengurangi gray matter yaitu jaringan penghubung abu-abu pada otak yang merupakan bagian penting untuk belajar.
Selain itu, akibat sering dipukul dan dimarahi, anak menjadi sulit mengembangkan diri. Ini karena ia takut mencoba hal-hal yang baru dan khawatir berbuat salah.
6. Menurunkan Kepercayaan Diri
Sering memukul anak akan menimbulkan rasa sakit secara fisik, walau mungkin akan segera sembuh.
Tetapi rasa sakit secara emosional akan tetap bersamanya hingga dirinya dewasa.
Ia akan merasa buruk tentang dirinya sendiri dan hal tersebut dapat memengaruhi harga diri dan kepercayaan dirinya.
Semakin banyak Moms memukulnya, semakin dia akan melakukan kesalahan, yang pada akhirnya akan membuatnya merasa tidak berguna.
Bayangan kekerasan yang dirasakan anak juga akan membuat mereka merasa takut setiap kali hendak melakukan sesuatu.
7. Sulit Memercayai Orang Lain
Pengalaman dipukul oleh orang tua, yang seharusnya menjadi sosok pelindung dan sumber rasa aman bagi anak, dapat memberikan dampak mendalam pada kemampuan anak untuk memercayai orang lain.
Ketika anak merasakan sakit, baik secara fisik maupun emosional, dari orang yang mereka harapkan memberikan cinta dan perlindungan, rasa percaya mereka terhadap orang di sekitarnya dapat terkikis.
Hal ini membuat anak cenderung merasa waspada atau ragu untuk membuka diri kepada orang lain, termasuk teman, guru, atau anggota keluarga lainnya.
Mereka mungkin takut bahwa orang lain juga akan melukai mereka, baik secara fisik maupun emosional. Akibatnya, anak dapat kesulitan menjalin hubungan yang sehat dan harmonis di masa depan.
8. Berisiko Kematian
Jika Moms sering memukul anak, bukan tidak mungkin ini menjadi sebuah tindakan untuk meluapkan emosi.
Bahkan, kekerasan pada anak juga tidak bisa dihindari bila Moms terlalu sering memberikan hukuman berupa pukulan.
Pada sebagian kasus, orang tua melakukan kekerasan pada anak hingga nyawanya meregang.
Emosi yang tidak terkendali menyebabkan hal ini terjadi. Akibat anak dipukul terlalu keras, risiko kematian pun dapat mengintainya.
Alternatif Mendisplinkan Anak yang Lebih Positif

Sebagai pengganti memukul, ada banyak alternatif yang lebih positif dan efektif untuk mengajarkan batasan sekaligus membangun hubungan yang lebih sehat antara orang tua dan anak.
Yuk, simak beberapa metode berikut!
1. Komunikasi yang Jelas dan Tegas
Berbicaralah dengan anak menggunakan bahasa yang mudah dipahami untuk menjelaskan kesalahan mereka.
Jelaskan apa saja yang mungkin terjadi akibat dari kesalahan yang mereka lakukan sehingga mereka dapat belajar tentang sebab-akibat dari setiap perilaku mereka.
Sampaikan pula harapan Moms dengan nada yang tenang namun tegas tanpa menggunakan ancaman.
2. Konsekuensi Logis
Berikan konsekuensi yang relevan dengan tindakan mereka. Ajak anak berdiskusi tentang konsekuensi logis dari perilaku baik dan perilaku buruk sehingga mereka mampu mengembangkan nilai-nilai untuk membedakan apa yang baik dan buruk.
Ketika anak telah menyadari konsekuansi dari setiap perilaku baik dan buruk, maka mereka akan mampu mengambil tindakan berdasarkan nilai-nilai yang mereka bangun dalam diri mereka.
Belajar tentang konsekuensi logis juga dapat melatih anak bertanggung jawab terhadap setiap tindakannya.
Misalnya, jika anak sengaja menumpahkan mainannya, ajak mereka untuk membersihkannya sendiri agar memahami tanggung jawab.
3. Penguatan Perilaku Positif
Puji atau beri penghargaan kecil saat anak menunjukkan perilaku yang baik.
Penguatan perilaku melalui pujian dan penghargaan kecil memberikan pemahaman pada anak tentang perilaku apa saja yang dapat diterima.
Hal ini mendorong mereka untuk terus berperilaku positif tanpa merasa tertekan. Anak juga menjadi merasa dihargai dan tumbuh rasa percaya diri.
4. Metode Time-Out
Jika anak menunjukkan perilaku buruk, beri mereka waktu untuk tenang dengan duduk di tempat tertentu selama beberapa menit. Ini memberi mereka kesempatan untuk merenungkan tindakan mereka.
Dengan memberikan jeda waktu, anak juga berkesempatan untuk belajar mengelola emosi dan pikirannya.
Ketika anak sudah merasa tenang selama beberapa waktu, orang tua perlu mengajak bicara anak untuk mendiskusikan apa yang terjadi.
Diskusi ini diperlukan untuk memperjelas pemahaman anak tentang tindakan mereka dan akibat yang terjadi sehingga mereka mampu mengkoreksi sendiri kesalahannya dan menyadari untuk tidak mengulang perilaku buruknya di kemudian hari.
5. Memberikan Pilihan
Ajarkan anak untuk bertanggung jawab dengan memberikan pilihan.
Contohnya, "Kamu mau membereskan mainan sekarang atau setelah makan?" Kemudian, sampaikan pula benefit dan konsekuensi dari setiap pilihan sehingga anak memiliki pertimbangan dalam membuat pilihan.
Pilihan ini membantu anak merasa dihargai tanpa merasa dipaksa. Anak juga belajar bernegosiasi dan mengambil keputusan sendiri atas apa ingin dilakukannya secara mandiri dan bertanggung jawab.
6. Role Model yang Baik
Tunjukkan perilaku yang Moms dan Dads ingin anak tiru. Orang tua merupakan role model pertama bagi anak.
Anak cenderung belajar dari tindakan Moms dan Dads, jadi bersikaplah sabar, penuh kasih, dan konsisten.
7. Cerita atau Dongeng dengan Pesan Moral
Gunakan cerita untuk menjelaskan konsekuensi dari perilaku tertentu. Ini cara yang kreatif dan menyenangkan untuk mengajarkan nilai-nilai tanpa membuat anak merasa dipojokkan.
Cara Mengatasi Kebiasaan Memukul Anak

Mengatasi kebiasaan memukul anak membutuhkan kesadaran dan upaya konsisten dari orang tua.
Kebiasaan ini bukan hanya berdampak buruk pada anak, tetapi juga mencerminkan pola asuh yang perlu diperbaiki.
Dengan langkah-langkah yang tepat, Moms dan Dads dapat menciptakan hubungan yang lebih positif dengan anak, dan mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan.
1. Sadari Dampak Negatifnya
Pahami bahwa memukul anak dapat merusak hubungan emosional, menurunkan rasa percaya diri, dan meningkatkan risiko gangguan psikologis pada anak. Kesadaran ini menjadi langkah awal untuk berhenti.
2. Kelola Emosi dengan Baik
Saat merasa marah atau frustrasi, ambil waktu sejenak untuk tenang. Tarik napas dalam-dalam, minum segelas air, atau keluar dari situasi sebelum bereaksi secara impulsif.
3. Gunakan Metode Disiplin Alternatif
Terapkan cara-cara positif untuk mendidik anak, seperti memberi konsekuensi logis, menerapkan time-out, atau memperkuat perilaku baik melalui pujian.
4. Pelajari Pola Asuh yang Lebih Baik
Ikuti kursus parenting, baca buku, atau bergabung dengan komunitas yang mendukung pola asuh positif. Semakin banyak Moms dan Dads belajar, semakin mudah meninggalkan kebiasaan memukul.
5. Mintalah Dukungan Pasangan atau Keluarga
Komunikasikan niat Moms untuk berhenti memukul anak kepada pasangan atau anggota keluarga lain.
Dukungan mereka bisa membantu Moms dan Dads mengelola emosi dan menjaga konsistensi pengasuhan.
Selain itu, saling berbagi peran antara Moms dan Dads dapat membantu mengurangi kelelahan emosional saat mengasuh anak sehingga dapat lebih tenang menghadapi anak dalam situasi apa pun.
Mintalah pasangan mengambil alih peran pengasuhan ketika Moms atau Dads merasa marah atau frustrasi untuk mencegah munculnya perilaku memukul anak.
6. Ingat Tujuan Jangka Panjang
Fokus pada tujuan mendidik anak agar tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan penuh kasih. Kekerasan hanya akan merusak proses tersebut dan berdampak buruk di masa depan.
7. Konsultasi dengan Ahli
Jika sulit mengendalikan kebiasaan ini, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog atau konselor keluarga untuk mendapatkan bimbingan lebih lanjut.
Memukul anak bukanlah cara yang efektif untuk mendidik anak. Kekerasan fisik terhadap anak dapat meninggalkan dampak jangka panjang, baik secara emosional maupun psikologis.
Selain dapat menurunkan rasa percaya diri anak, perilaku memukul anak juga memengaruhi hubungan mereka dengan orang tua dan lingkungan sekitar.
Anak-anak yang sering mendapatkan kekerasan fisik beresiko mengalami kesulitan mengatur emosi dan membangun hubungan yang sehat di masa depan.
Setelah tahu dampak dan hukumnya mengenai memukul anak, diharapkan Moms dan Dads bisa memahami cara mendidik anak tanpa perlu kekerasan fisik, ya.
Setelah tahu dampak dan hukumnya mengenai memukul anak, diharapkan Moms bisa memahami cara mendidik anak tanpa perlu kekerasan fisik, ya.
Semoga informasi ini bermanfaat, ya, Moms!
- https://www.healthychildren.org/English/family-life/family-dynamics/communication-discipline/Pages/Where-We-Stand-Spanking.aspx
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22753561/
- https://raisingchildren.net.au/toddlers/behaviour/discipline/smacking#:~:text=Third%2C%20physical%20punishment%20like%20smacking,challenging%20behaviour%2C%20anxiety%20or%20depression.
- https://www.parentalquestions.com/effects-of-slapping-a-child-in-the-face/
- https://www.apa.org/monitor/2012/04/spanking
- https://www.ucl.ac.uk/news/2021/jan/smacking-young-children-has-long-lasting-effects
- https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf
- https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/memukul-anak-untuk-mendisiplinkan-apa-hukumnya-dalam-islam-180702v.html
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2025 Orami. All rights reserved.